Beberapa
hari belakangan ini banyak pemberitaan mengenai kubur salah seorang da’i
nasional yang diziarahi oleh masyarakat banyak. Namun,
ziarah yang dilakukan oleh sebagian masyarakat tersebut menuai kontroversi dan
kritik dikarenakan sudah melanggar batasan-batasan Islam mengenai ziarah.
Berikut
ini kami ringkaskan pembahasan mengenai hukum ziarah kubur dan adab-adabnya
dari kitab Fiqih Islami wa Adilatuhu karangan
Syaikh Prof. DR. Wahbah Az Zuhaili, seorang ulama fiqih dari Suriah yang sangat
masyhur. Kami lengkapi juga dari sumber-sumber lain.
Tentang Ruh si Mayit
Pendapat
Ahlu Sunnah wal Jamaah, bahwa ruh yaitu jiwa yang dapat berbicara, yang mampu
untuk menjelaskan, memahami objek pembicaraan, tidak musnah karena musnahnya
jasad.
Ia adalah unsur inti, bukan esensi. Ruh-ruh
orang yang sudah meninggal itu berkumpul, lalu yang berada di tingkatan atas
bisa turun ke bawah, tapi tidak sebaliknya.
Menurut
Salafush Shahih dan para pemukanya, bahwa siksa dan kenikmatan dirasakan oleh
ruh dan badan mayat. Ruh tetap kekal setelah terpisah
dari badan yang merasakan kenikmatan atau siksaan, kadang juga bersatu dengan
badan sehingga merasakan juga kenikmatan dan siksaan. Ada pendapat lain dari Ahlus Sunnah bahwa kenikmatan dan siksa untuk
badan saja, bukan ruh.
Hukum Ziarah Kubur
Untuk
kaum laki-laki, ulama fiqih tidak ada pertentangan mengenai hukumnya, yakni sunnah. Bahkan Ibnu Hazm mengatakan,
‘”Sesungguhnya ziarah kubur itu wajib, meski sekali seumur hidup, karena ada
perintahnya.”
Namun,
untuk perempuan, ulama fiqih berselisih pendapat.
1.
Sunnah Bagi Perempuan, Seperti Halnya Laki-laki
Ini
adalah pendapat paling shahih dalam madzhab Hanafi. Dalilnya adalah
keumuman nash tentang ziarah. Sebagaimana dalam sabda
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Aku pernah
melarang kalian untuk berziarah kubur, maka ziarahilah (sekarang)! Karena sesungguhnya ziarah kubur dapat mengingatkan kalian akan
kematian.” (HR Muslim dari Abu Buraidah)
Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Syaibah bahwa, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam mendatangi makam syuhada Uhud setiap awal tahun, seraya bersabda,
‘Keselamatan bagi kalian atas kesabaran kalian, sungguh sebaik-baik tepat
tinggal terakhir.’”
Namun
mereka juga mengatakan bahwa tidak diperbolehkan kaum perempuan berziarah jika untuk
mengingat kesedihan, menangis, atau melakukan apa yang
biasa dilakukan oleh mereka, dan akan terkena hadits, “Allah melaknat wanita
yang sering berziarah kubur.” Namun, jika tujuannya mengambil
pelajaran, memohon rahmat Allah tanpa harus menangis, maka diperbolehkan.
2.
Makruh Bagi Perempuan
Ini
adalah pendapat mayoritas ulama. Sebab asal hukum
ziarah mereka itu dilarang, lalu dihapus. Sebagaimana dalam sabda
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Aku pernah
melarang kalian untuk berziarah kubur, maka ziarahilah (sekarang)!”
Sebab
dimakruhkannya perempuan untuk ziarah kubur karena mereka sering menangi,
berteriak, disebabkan perasaannya lembut, banyak meronta, dan sulit menghadapi
musibah.
Namun, hal itu tidak sampi diharamkan.
Dalam
riwayat Muslim, Ummu Athiyah berkata, “Kami dilarang untuk berziarah kubur,
tetapi beliau tidak melarang kami dengan keras.”
Imam
At Tirmidzi meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam berkata, “Allah melaknat wanita yang sering berziarah kubur.”
(shahih)
Akan
tetapi, menurut madzhab Maliki, hal ini berlaku untuk gadis, sedangkan untuk
wanita tua yang tidak tertarik lagi dengan laki-laki, maka dihukumi seperti
laki-laki.
Tatacara dan Adab Ziarah Kubur
Tujuan
utama ziarah kubur adalah mengingat mati dan mengingat akhirat sebagaimana
dinyatakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
“Aku pernah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka ziarahilah (sekarang)! Karena sesungguhnya ziarah kubur dapat mengingatkan kalian akan
kematian.” (HR Muslim dari Abu Buraidah)
Dari
Anas bin Malik, “Sesungguhnya ziarah itu akan melunakkan hati, mengundang air
mata dan mengingatkan pada hari kiamat.” (HR Al Hakim)
Oleh
karena itu, tujuan itu harus senantiasa dipancangkan di dalam hati orang yang
berziarah.
Selain
itu, ada beberapa adab dalam berziarah kubur:
1.
Dianjurkan Melepas Alas Kaki
Dianjurkan
menurut madzhab Hanbali, melepas sandal ketika masuk ke areal pemakaman karena
ini sesuai dengan perintah dalam hadits Busyair bin Al Khashahshah:
Ketika
aku berjalan mengiringi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ternyata ada
seseorang berjalan di kuburan dengan mengenakan kedua sandalnya. Maka Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam mengatakan “Hai pemakai dua sandal, tanggalkan kedua sandal
kamu!” Orang itu pun menoleh. Ketika
dia tahu bahwa itu ternyata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ia
melepaskannya serta melemparkan keduanya. (HR. Abu Dawud, hasan)
Diperbolehkan
tetap memakai sandal jika ada penghalang semacam duri, kerikil yang panas, atau
semacam keduanya.
Ketika itu, tidak mengapa berjalan dengan kedua sandal di
antara kuburan untuk menghindari gangguan itu.
2.
Mengucapkan Salam
Disunnahkan
bagi orang yang berziarah mengucapkan salam kepada
penghuni kuburan Muslim. Adapan ucapan salam hendaklah
menghadap wajah mayat, lalu mengucapkan salam sebagaimana telah diajarkan oleh
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada para Shahabatnya ketika mereka
berziarah kubur,
“Assalamu
‘alaikum dara qaumin Mu’minin, wa insya Allah bikum laa hiqun.”
Artinya,
“Keselamatan atas kalian di tempat orang Mukmin, dan kami insya Allah akan
menyusul kalian juga.”
Atau
bisa juga dengan lafal lain, “Assalamu ‘ala ahlid
diyari minal Mu’minina wal Muslimin, wa inna insya Allah ta’ala bikum
laa hiqun. As-alullahu lana wa lakumul afiyah.”
Artinya,
“Keselamatan kepada penghuni kubur dari kaum Mukminin dan Muslimin, kami insya
Allah akan menyusul kalian. Aku memohon
keselamatan kepada Allah untuk kami dan kalian semua.”
Kedua
lafazh salam tersebut diriwayatkan Imam Muslim.
3.
Membaca Surat Pendek
Dianjurkan
membacakan Al Quran atau surat pendek. Ini
adalah sunnah yang dilakukan di kuburan. Pahalanya untuk orang yang hadir, sedang mayat seperti halnya orang
yang hadir yang diharapkan mendapatkan rahmat.
Disunnahkan
membaca surat Yasin seperti yang diriwayatkan Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Hibban,
dan Al Hakim dari Ma’qal bin Yassar, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda,“Bacakanlah surah Yasin pada orang
yang meninggal di antara kalian.”
Sebagian
ulama menyatakan hadits ini dha’if. Imam Asy Syaukani dan Syaikh Wahbah Az Zuhaili menyebutkan bahwa hadits ini berstatus hasan. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa membacakan Al Quran ini dilakukan
saat sakaratul maut, bukan setelah meninggal.
4.
Mendoakan si Mayat
Selanjutnya
mendoakan untuk mayat usai membaca Al Quran dengan harapan dapat dikabulkan. Sebab doa sangat bermanfaat untuk mayat. Ketika
berdoa, hendaknya menghadap kiblat.
Saat
berziarah kubur di Baqi’, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa
dengan lafazh,“Allahummaghfir li Ahli
Baqi’il gharqad.”
5.
Berziarah dalam Posisi Berdiri
Disunnahkan
ketika berziarah dalam keadaan berdiri dan berdoa dengan berdiri, sebagaimana
yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam ketika keluar menuju Baqi’.
Selain
itu, jangan duduk dan berjalan di atas pusara kuburan. Dalam riwayat Muslim,
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Sungguh jika salah seorang dari kalian duduk di atas bara api sehingga
membakar bajunya dan menembus kulitnya, itu lebih baik daripada duduk di atas
kubur.” Sedangkan jika berjalan di samping atau di antara
pusara-pusara kubur, maka itu tidak mengapa.
6.
Menyiramkan Air di Atas Pusara
Diperbolehkan
menyiramkan air biasa di atas pusara si mayat berdasarkan hadits berikut,
“Sesungguhnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam menyiram (air) di atas kubur Ibrahim, anaknya, dan meletakkan kerikil di
atasnya.” Hadits diatas oleh Abu Dawud dalam Al
Marasil, Imam Baihaqi dalam Sunan, Thabarani dalam Mu’jam
Al Ausath. Syaikh Al Albani menyatakan sanadnya
kuat di dalam Silsilah Ahadits Shahihah.
Sedangkan
menyiram dengan air kembang tujuh rupa atau menabur bunga, maka itu tidak
dituntunkan oleh syari’at.
Hal-hal yang Makruh dan Munkar Saat Berziarah
- Madzhab
Maliki menyatakan makruh hukumnya makan, minum, tertawa, dan banyak
bicara, termasuk juga membaca Al Quran dengan suara keras. Tidaklah pantas
bagi seseorang yang berada di pekuburan, baik dia bermaksud berziarah atau
hanya secara kebetulan untuk berada dalam keadaan bergembira dan senang
seakan-akan dia berada pada suatu pesta, seharusnya dia ikut hanyut atau
memperlihatkan perasaan ikut hanyut di hadapan keluarga mayat.
- Syaikh
Wahbah Az Zuhaili menyebutkan, “Makruh hukumnya
mencium peti yang dibuat di atas makam, atau mencium makam, serta
menyalaminya, atau mencium pintunya ketika masuk berziarah makam aulia.”
- Mengkhususkan
hari-hari tertentu dalam melakukan ziarah kubur, seperti harus pada hari
Jum’at, tujuh atau empat puluh hari setelah kematian, pada hari raya dan
sebagainya, maka itu tak pernah diajarkan oleh Rasulullah dan beliau pun
tidak pernah mengkhususkan hari-hari tertentu untuk berziarah kubur.
Sedangkan hadits-hadits tentang keutamaan ziarah pada hari Jum’at adalah
dha’if sebagaimana dinyatakan para Imam Muhaditsin. Oleh karena itu,
ziarah kubur dapat dilakukan kapan saja.
- Sedangkan
shalat persis di atas kuburan seseorang dan menghadap kuburan tanpa tembok
penghalang, maka ulama sepakat tentang ketidakbolehannya. Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Janganlah kalian shalat menghadap kuburan dan jangan pula kalian duduk di
atasnya.” (HR Muslim) Sedangkan jika di samping kubur, maka terjadi
sejumlah perselisihan ulama, ada yang memakruhkannya, dan ada yang
mengharamkannya. Demi kehati-hatian, kami berpendapat untuk tidak
melaksanakan shalat di kompleks pekuburan. Selain itu, Ibnu Hibban
meriwayatkan dari Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
melarang dari shalat di antara kuburan.” Dikecualikan dari hal ini adalah
bagi seseorang yang ingin melaksanakan shalat jenazah, tetapi tidak
berkesempatan menshalati mayit saat belum dikuburkan.
- Dilarang
juga mengencingi dan berak di atas kuburan. Diriwayatkan Abu Hurairah,
bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam, “Barang siapa yg duduk di atas kuburan, yang berak dan kencing di
atasnya, maka seakan dia telah menduduki bara api.”
- Tidak
diperbolehkan melakukan thawaf (ibadah dengan cara
mengelilingi) kuburan. Hal ini sering dijumpai dilakukan oleh orang-orang
awam di kuburan orang-orang shalih. Dan ini termasuk dalam kesyirikan.
Thawaf hanya boleh dilakukan pada Baitullah Ka’bah. Allah berfirman, “Dan
hendaklah mereka melakukan Thawaf disekeliling rumah yang tua (Baitul
‘Atiq atau Baitullah) itu.” (QS Al Hajj : 29)
- Berdoa,
meminta perlindungan, meminta tolong, pada
penghuni kubur juga tidak diperbolehkan, hukumnya haram dan merupakan
kesyirikan. Berdoa hanya boleh ditujukan pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan berdoa dengan perantaraan si mayit
(tawasul), maka hal itu diperselisihkan. Pendapat yang kuat adalah tidak
diperbolehkan.
- Tidak
diperbolehkan memasang lilin atau lampu di atas pusara kuburan. Selain hal
itu merupakan tatacara ziarah orang Ahli Kitab dan Majusi, dalam riwayat
Imam Al Hakim disebutkan, “Rasulullah melaknat….dan (orang-orang yang)
memberi penerangan (lampu pada kubur).”
- Tidak
boleh memberikan sesajen berbentuk apapun, baik berupa bunga, uang,
masakan, beras, kemenyan, dan sebagainya. Juga dilarang menyembelih hewa
atau kurban di kuburan. Selain itu, tidak boleh mengambil benda-benda dari
kubur seperti kerikil, batu, tanah, bunga, papan, pelepah, tulang, tali
dan kain kafan, serta yang lainnya untuk dijadikan jimat.